Sponsored Ads

KH. Hasyim Asy’ari dan Liberalisasi Pemikiran


Kyai Hasyim Asy’ari dikenal pembela syariat Islam. Andai beliau masih hidup, pasti berada di garda depan menolak pemikiran Liberal

SUSUNAN Pengurus PBNU telah diumumkan, namun apakah sudah steril dari orang-orang liberal? Tentunya, harapan itu besar bagi umat Islam Indonesia. Sudah saatnya arus liberalisasi agama yang diusung oleh sebagian intelektual muda NU belakangan ini ditanggapi serius dan tegas. Sebab, pemikiran ‘nyeleneh’ mereka sangat jauh dari ajaran-ajaran KH. Hasyim Asy’ari –pendiri NU – yang dikenal tegas dan tidak kompromi terhadap tradisi-tradisi batil.

Ironinya, ketokohan Kyai Hasyim tidak hanya sudah ditinggalkan, akan tetapi malah berusaha ditarik-tarik dengan mengatakan, Kyai Hasyim adalah tokoh inklusif.

“KH. Hasyim adalah tokoh moderat, menghargai keberagamaan, dan terbuka,” begitu ungkap seorang kader muda NU, dalam acara bedah bukunya berjudul “Hadratussyaikh; Moderasi Keumatan dan Kebangsaan” pada 13 Maret 2010 di Jombang.

Penulisnya yang juga aktivis Islam Liberal, tampaknya ingin menarik-narik bahwa pemikiran Kyai Hasyim sesuai dengan pemikiran progresif anak-anak muda NU saat ini.

Progresif dalam pemikirannya, adalah yang tak jauh dari pemikiran liberal dan inklusif. Tentu, ini sebuah kesimpulan yang cenderung gegabah. Kesimpulannya tersebut akan membawa dampak tidak sehat terhadap organisasi NU ke depan. Sebab, ketokohan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari sangat jauh dari ide-ide inklusifisme (keterbukaan) mereka. Pada zamannya, harap dicatat, Kyai Hasyim adalah tokoh sangat concern membela syari’at Islam.

Dalam konteks dinamika pemikiran progresif anak-anak muda NU seperti sekarang, cukup menarik bila kita mengkomparasikan dengan pemikiran founding father Jam’iyah NU ini. Ada jarak yang cukup lebar ternyata antara ide-ide Kyai Hasyim dengan wacana-wacana yang dikembangkan kader-kader muda NU yang liberal itu.

Ketokohan KH. Hasyim Asy’ari yang sangat disegani, membuat orang NU ingin diakui sebagai pengikut beliau. Akan tetapi, upaya pengakuan yang dilakukan anak-anak muda liberal NU tidak dilakukan dengan mengaca pada perjuangan dan ideologi Kyai Hasyim.

Sebaliknya, pemikiran Kyai Hasyim justru secara paksa disama-samakan dengan pemikiran iklusivisme mereka. Padahal Kyai Hasyim pada zamannya terkenal sebagai ulama’ yang tegas dan tidak kompromi dengan tradisi-tradisi yang tidak memiliki dasar.

Ketegasan Kyai Hasyim

Wajah pemikiran pendiri NU ini yang paling menonjol adalah dalam pendidikan Islam, sosial politik, dan akidah. Akan tetapi pemikiran terakhir beliau ini belum banyak dielaborasi. Padahal untuk bidang keyakinan yang prinsip, beliau dikenal mengartikulasikan basicfaithnya secara ketat, tegas, dan tidak kompromi.

Dalam kitabnya Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada Senin 25 Rabi’ul Awwal 1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi SAW. Mereka berkumpul membaca Al-Qur’an, dan sirah Nabi.

Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak sesuai syari’at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian, tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat. Kenyataan ini membuat Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual tersebut.

Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim juga telah wanti-wanti warga Nadliyyin agar menjaga basic-faith dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936, Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-nasihat penting. Seakan sudah mengetahui akan ada invasi Barat di masa-masa mendatang, dalam pidato yang disampaikan dalam bahasa Arab, beliau mengingatkan, “Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir yang telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk…dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk.”

Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu merapatkan diri melakukan pembelaan, saat ajaran Islam dinodai. “Belalah agama Islam. Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an dan sifat-sifat Allah Yang Maha Kasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah sesat”, lontar Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan kefanatikan pada golongan, terutama fanatik pada masalah furu’iyah. “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,” tegasnya.

Tegas, tidak kenal kompromi dengan tradisi-tradis batil, serta bijaksana, inilah barangkali karakter yang bisa kita tangkap dari pidato beliau tersebut. Bahkan pidato tersebut disampaikan kembali dengan isi yang sama pada Muktamar ke-XV 9 Pebruari 1940 di Surabaya. Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap masa depan warga Nadliyyin dan umat Islam Indonesia umumnya, terutama masa depan agama mereka ke depannya – yang oleh beliau telah diprediksi mengalami tantangan yang berat.

Situasi aktual yang akan dihadapi kaum muslim ke depan sudah menjadi bahan renungan Kyai Hasyim. Dalam kitab Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah, beliau mengutip hadis dari kitab Fathul Baariy bahwa akan datang suatu masa bahwa keburukannya melebihi keburukan zaman sebelumnya. Para ulama dan pakar hukum telah banyak yang tiada. Yang tersisa adalah segolongan yang mengedepan rasio dalam berfatwa. Mereka ini yang merusak Islam dan membinasakannya.

Dalam kitab yang sama, mbah Hasyim (demikian sering dipanggil) menyinggung persoalan aliran-aliran pemikiran yang dikhawatirkan akan meluber ke dalam umat Islam Indonesia. Misalnya, kelompok yang meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad, Rafidlah yang mencaci sahabat, kelompok Ibahiyyun – yaitu kelompok sempalan sufi mulhid yang menggugurkan kewajiban bagi orang yang mencapai maqam tertentu - , dan kelompok yang mengaku-ngaku pengikut sufi beraliran wihdatul wujud, hulul, dan sebagainya.

Menurut Kyai Hasyim, term wihdatul wujud dan hulul dipahami secara keliru oleh sebagian orang. Kalaupun term itu diamalkan oleh seorang tokoh sufi dan para wali, maka maksudnya bukan penyatuan Tuhan dan manusia (manunggaling kawula).

Seorang sufi yang mengatakan “Maa fi al-Jubbah Illa Allah”, maksudnya adalah bahwa sesuatu yang ada dalam jubbah atau benda-benda lainnya di alam ini tidak akan wujud, kecuali karena kekuasaan-Nya. Artinya, menurut Kyai Hasyim, jika istilah itu dimaknai manunggaling kawula, maka beliau secara tegas menghukumi kafir.

Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis pada elemen-eleman fundamental. Dalam karya-karya kitabnya, ditemukan banyak pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis akidah. Dalam kitabnya Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah itu misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini menulis banyak riwayat tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.

Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalik mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur’an, hadis, dan pendapat para ulama terdahulu.

NU Tapi Liberal

Sayangnya, model pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tersebut tidak menjadi kaca yang baik. Bahkan ‘kaca’ pemikiran Kyai Hasyim berusaha diburamkan sedemikian rupa, terutama oleh anak-anak muda NU yang liberal.

Punggawa-punggawa Jaringan Islam Liberal (JIL) tak sedikit berlatar belakang NU. Akan tetapi, yang diperjuangkan bukan lagi ke-NU-an sebagaimana ajaran Kyai Hasyim, melainkan pluralisme, sekularisme, kesetaraan gender, dan civil society.

Beberapa intelektual muda NU yang hanyut dalam arus liberalisme agama harus ditanggapi serius. Pemikiran anak-anak muda itu cukup membahayakan. Tidak hanya bagi NU, tapi juga keberagamaan di Indonesia secara umum.

KH. Hasyim Muzadi ketika masih menjabat ketua PBNU telah merasa gerah dengan munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda NU. Beliau telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU.

Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan perjuangan KH. Hasyim Asy’ari. ”Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah secara bertahap,” ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip www.nuonline.com pada 7 Februari 2009.

Kekhawatiran tersebut memang perlu menjadi bahan muhasabah di kalangan warga NU. Sebab, invasi anak-anak muda tersebut pelan-pelan akan menghujam ormas Islam terbesar tersebut. Kasus Ulil yang memberanikan diri mencalonkan diri sebagai ketua PBNU dalam muktamar kemarin adalah sebuah sinyal kuat, bagaimana tokoh liberal bisa masuk bursa calon ketua. Harusnya, ada ketegasan sikap dari elit-elit NU untuk mencegah.

Padahal, KH. Hasyim Asy’ari sangat menetang ide-ide pluralisme, dan memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur’an, dan menentang penggunaan ra’yu mendahului nash dalam berfatwa (lihat Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah). Dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyati Nadlatu al-‘Ulama, Hadratusyekh mewanti agar berhati-hati jangan jatuh pada fitnah – yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid’ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Memang mestinya, nadliyyin yang liberal tidak mendapat tempat di dalam NU. Sebab, perjuangan Kyai Hasyim pada zaman dahulu adalah menerapkan syariat Islam. Untuk itulah beliau, sepulang dari belajar di Makkah mendirikan jam’iyyah Nadlatul Ulama’ – sebagai wadah perjuangan melanggengkan tradisi-tradisi Islam berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Ketegasannya semoga tidak sekadar diwacanakan secara verbal. Tentu ini tidaklah cukup dibanding dengan kuatnya arus liberalisme di tubuh ormas Islam terbesar di Indonesia ini. Tindakan nyata dan tegas hukumnya fardlu ‘ain bagi para ulama’ yang memiliki otoritas dalam tubuh organisasi.

Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU adalah aset bangsa yang harus diselamatkan dari gempuran virus liberalisme. NU dan Muhammadiyah bagi muslim Indonesia adalah dua kekuatan yang perlu terus di-backup. Jika dua kekuatan ini lemah, tradisi keislaman Indonesia pun bisa punah. Maka, andai Kyai Hasyim hidup saat ini, beliau pasti akan berada di garda depan menolak pemikiran Liberal.
[Kholili Hasib : Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor - Ponorogo]
Sumber : http://www.facebook.com/cahmbudur?ref=search#!/notes.php?id=191057092944

[+/-] Selengkapnya...


This share facebook

Umat Kristiani Hadiri Seminar Rajab HTI DIY...


SyariahPublications.Com – Semangat HTI untuk menjelaskan Islam sebagai solusi problematika umat semakin menarik perhatian banyak pihak, termasuk umat Kristiani. Hari ini, Sabtu 10 Juli 2010 pukul 08.00 – 12.00 di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta, mereka turut menghadiri Seminar Rajab bertema “Islam Menjawab Problematika Indonesia dan Dunia” . Seminar yang diselenggarakan HTI DIY ini menampilkan tiga pembicara, yaitu KH M Shiddiq al Jawi (DPP HTI), Dwi Condro Triono,M.Ag. (kandidat doktor Univ. Kebangsaan Malaysia), dan M. Ismail Yusanto, M.M. (Juru Bicara HTI). Acara ini disiarkan secara live ke seluruh dunia melalui audio dan video streaming yang bisa diakses di situs HTI.

Umat Kristiani yang hadir tersebut berasal dari Forum Kristiani Pemimpin Muda Indonesia (FKPMI) Sumatera Utara. Anak-anak muda yang dipimpin oleh Bpk. Andreas Jonathan tersebut berjumlah 23 orang. Mereka hadir pagi-pagi sejak acara belum dimulai. Sesaat setelah hadir, mereka langsung menuju ke depan backdrop untuk berfoto bersama. Setelah itu mengambil posisi duduk di barisan terdepan. Kehadiran mereka di tengah-tengah ribuan peserta seminar yang memenuhi gedung, tentu cukup menarik perhatian.

Dalam seminar ini, Ustadz Shiddiq menjelaskan bahwa demokrasi adalah sistem kufur yang berbahaya. Disebut sistem kufur, karena secara normatif sangat bertentangan dengan Aqidah Islam yang menetapkan hak membuat hukum hanya di tangan Allah SWT, bukan di tangan manusia. Demokrasi juga berbahaya, karena secara empiris terbukti menimbulkan banyak bahaya (dharar) bagi umat Islam, khususnya karena ide kebebasan demokrasi.

Sementara itu, Ustadz Dwi Condro menjelaskan bahwa keterpurukan umat Islam salah satu sebabnya dikarenakan ulamanya jarang menjelaskan syariat Islam dimensi ketiga. Dimensi pertama adalah syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, yaitu aqidah dan ibadah. Contohnya adalah sholat, zakat, haji, dan lain-lain. Dimensi kedua adalah syariat Islam yang mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri. Contohnya makan, minum, berpakaian. Dimensi ketiga adalah syariat Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain. Contohnya adalah sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, dan lain-lainnya. Kapan ulama yang sering khutbah di masjid menjelaskan tentang kufurnya sistem demokrasi? Justru yang sering adalah penjelasan tentang ibadah sholat, akhlaq saja. Walhasil, umat tidak pernah sadar tentang syariat Islam dimensi ketiga.

Dalam sesi tanya jawab, Ustadz Ismail Yusanto menjelaskan jawabannya mengenai kekhawatiran umat Kristiani mengenai penerapan syariat Islam yang digagas HTI. Beberapa waktu yang lalu, ada dua wartawan majalah Kristen yang mewawancarai beliau. Mereka merasa menjadi representasi umat Kristiani yang khawatir terhadap gerak organisasi HTI. Kekhawatiran mereka ada lima. Pertama, umat Kristiani akan dipaksa masuk Islam. Dijawab tidak ada paksaan. Kedua, mereka akan dilarang minum minuman keras. Dijawab, kalau menurut agama anda (Kristen) memang diperbolehkan, maka silakan saja (tidak dilarang). Ketiga, tidak boleh makan babi. Dijawab kalau menurut agama Kristen memang boleh, maka silakan. Keempat, wanita Kristen akan dipaksa memakai jilbab. Dijawab, yang wajib memakai jilbab hanya wanita muslimah saja. Kelima, gereja-gereka akan dihancurkan. Dijawab, tidak. Bahkan dalam kondisi perang pun, gereja tidak boleh menjadi target untuk dihancurkan. Ustadz Ismail pun balik bertanya “Ada lagi yang dikhawatirkan?” Mereka bingung dan berpikir agak lama. Kemudian mereka bertanya lagi, apakah laki-laki Kristen akan dipaksa khitan. Dijawab, tidak dipaksa. Tapi kalau menurut dokter, khitan itu menyehatkan. Dua wartawan Kristen yang pada awalnya berwajah cemas itu pun akhirnya tersenyum-senyum. Ternyata, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari penerapan syariat Islam.

Pada akhir acara, beberapa tokoh menyampaikan testimoni. Mereka menyatakan mendukung dakwah HTI. Sementara Bpk. Andreas Jonathan yang juga ikut memberikan testimoni menyatakan rasa terima kasihnya karena telah diundang menghadiri acara HTI. Ia menyatakan appreciate dengan konsep yang ditawarkan HTI, walaupun masih ada bagian-bagian yang memerlukan penjelasan lebih jauh. Oleh karena itu, ia mengajak diskusi dengan HTI. Baginya, dengan mengenal HTI membuat dirinya lebih memahami Islam dan para pengembannya. (www.syariahpublications.com)

[+/-] Selengkapnya...


This share facebook

1000 Muslim Australia Hadiri Konferensi Khilafah di Sydney: Campakkan Demokrasi, Perjuangkan Islam!


Para pemimpin kelompok Islamis global Hizbut Tahrir menyerukan agar Muslim Australia menghinakan demokrasi sekuler dan gagasan Islam moderat Barat. Mereka juga menyerukan kaum Muslim di benua itu untuk bergabung dalam perjuangan penegakkan Khilafah. Demikian seperti dikabarkan oleh beberapa media usai pelaksanaan Konferensi Khilafah di Sydney, Australia, Ahad (04/07). Sekitar 1000 orang ikut serta dalam konferensi ini, terbilang besar bagi kaum Muslim di sebuah negeri di Barat.

Menurut panitia, jumlah peserta konferensi berlipat ganda dari konferensi tahun 2007, sehingga tidak ada sedikitpun area kosong di sebalah kiri dan kanan ruangan. Orang tua, para pemuda, laki-laki dan perempuan, tidak ketinggalan juga anak-anak kecil ikut meramaikan Konferensi besar bagi kaum Muslim tersebut.

Beberapa media meliput kegiatan ini. News Online Australia berita konferensi ini menjadi Headline di halaman websitenya dengan tulisan “Islamic group’s call to Muslim sparks protest ‘Shun Democracy’”. HeraldSun menulis judul “Aussie Muslims told to ’shun democracy’”, The Australian mengangkat judul “Police on guard as anti Islamists stage protest”.

Campakkan Demokrasi, Taati Islam!

“Kita harus menaati Islam dan Islam sendiri,” kata Hanif di hadapan sekitar 1000 peserta konvensi di Lidcombe, Ausie.

“Kita tidak boleh tertipu atau jatuh ke dalam cerita gagal dan cacat yang satu-satunya cara untuk terlibat secara politik melalui proses demokrasi sekuler. Hal itu dilarang dan haram.”

Dia mengatakan bahwa demokrasi sangat tidak sesuai dengan Islam karena Al-Quran menegaskan Allah Swt. satu-satunya pembuat undang-undang, dan keterlibatan politik kaum Muslim tidak boleh didasarkan pada “konsep sekuler dan salah seperti demokrasi dan kebebasan”.

Pandangannya bergema lagi oleh petinggi HT Australia, Wassim Dourehi, yang mengatakan pada Konferensi agar Muslim tidak harus mendukung “setiap partai politik kafir apa pun”, karena manusia tidak berhak untuk membuat undang-undang.

Dourehi juga mendesak umat Islam untuk menghinakan konsep Islam moderat yang dipromosikan oleh pemerintah di Barat, termasuk “negeri terkutuk ini” Australia.

“Kita harus menolak versi baru sekuler tentang Islam ini,” katanya. “Ini adalah ramuan menyimpang dari pemerintah Barat.”

“Ini adalah penyimpangan yang berusaha menghapus aspek politik Islam dan pelokalan keprihatinan kami. Kita harus menolaknya dan menantang para pendukung penyimpangan Islam ini.”

Konferensi Khilafah yang mengangkat tema “Perjuangan untuk Islam di Barat” ini merupakan kegiatan besar pertama yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir cabang Australia sejak seminar tahun 2007 yang bertepatan dengan seruan pelarangan atas kelompok ini.

HT menolak penggunaan kekerasan dalam pencapaian tujuannya. Gerakan ini beroperasi secara legal di lebih dari 40 negara serta berkampanye untuk menerapkan Islam dan mendirikan negara Khilafah.

Diwarnai Protes Islamophobia: Perang Pemikiran
Perang pemikiran: Anti Islam v.s. Islamis

Kehadiran kelompok ini memicu kemarahan dari sebagian kecil anggota Partai Proteksionis Australia (APP) yang berteriak anti Islam. Mereka melakukan protes di luar gedung dan mengungkapkan kebutuhan mereka untuk “melindungi” cara hidup penduduk Australia. Polis berjaga-jaga untuk memisahkan kedua kelompok yang memiliki ide bertolak belakang ini.

Konflik antara APP dan HT pada seputar pertukaran kata-kata, teriakan anti-Islam dan kadang-kadang menyetir pemuda Muslim laki-laki berteriak dari mobil mereka kepada para demonstran APP. Para pembenci Islam berkumpul di sebuah taman sembari meneriakkan yel-yel, “Hey, hey, ho, ho, Islam harus pergi”, dan “Tidak hukum syariah”.

Sementara hampir seribuan kaum Muslim berkumpul di dalam gedung untuk membicarakan “Perjuangan Islam di Barat”.

Salah seorang pemuda Muslim berteriak pada kelompok APP dari mobilnya, “Anda sama sekali orang yang tidak punya ide”.

Nick Folkes, organiser dari APP, berpendapat bahwa HT harus dilarang di Australia dan ia mengatakan bahwa penerapan hukum syariah harus ilegal di Australia. “Hukum syariah adalah sistem kuno yang memperlakukan wanita sebagai warga kelas dua,” katanya, tanpa rasa malu atas ketidaktahuannya terhadap kemuliaan Islam.

“Kami tidak meminta mereka mengubah warna kulit atau agama, tapi jika mereka datang ke sini, mereka harus menolah hukum syariah.”

Sarah Ismail, seorang pekerja 26 tahun dari Serikat Muslim Australia di Lakemba, sebelah barat Sydney, berkata bahwa dia datang pada konferensi tersebut untuk menunjukkan dukungan bagi wanita Muslim untuk mengenakan jilbab di depan umum.

“Saya ingin orang tahu bahwa kita tidak dipaksa untuk menutupi, melainkan benar-benar pilihan kita,” katanya.

Sarah mengatakan dia telah melihat munculnya rasisme di Australia terhadap Muslim, dan mengatakan bahwa orang-orang yang melakukan protes terhadap cara hidup Muslim benar-benar tidak memahami Islam.

Demikianlah, dakwah Hizbut Tahrir yang tak kenal menyerah terus digelorakan termasuk di negeri Barat. Akhirnya, Islam dan Khilafah pun menjadi perbincangan dan diskusi di beberapa kalangan. Ini seperti terjadi di era awal datangnya Islam, Islam dan Nabi Muhammad Saw. menjadi perbincangan di kalangan kaum Quraisy, hingga akhirnya pengikut Muhammad Saw. terus bertambah. Hal itu terus terjadi hingg Allah memenangkan urusan ini, dan pada saat itulah berbondong-bondong manusia masuk ke dalam Islam. Insya Allah, hal serupa akan terjadi. Allahu Akbar! [syabab.com, 5/7/2010]

[+/-] Selengkapnya...


This share facebook

Download Ebook Islam Politik & Spritual...


Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan dirinya dan dengan sesamanya.
Definisi ini diambil dari beberapa nas, baik al-Qur’an maupun Hadits. Definisi itu sendiri merupakan deskripsi realitas yang bersifat Jâmi’ (komprehensif) dan Mâni’ (protektif). Artinya, definisi itu harus menyeluruh meliputi seluruh aspek yang dideskripsikan, dan memproteksi sifat-sifat di luar substansi yang dideskripsikan. Inilah gambaran mengenai definisi yang benar.
Batasan Islam sebagai “agama yang diturunkan oleh Allah SWT” telah memproteksi agama yang tidak diturunkan oleh Allah SWT. Ini meliputi agama apa pun yang tidak diturunkan oleh Allah SWT, baik Hindu, Budha, Konghucu, Sintoisme ataupun yang lain. .:Download Buku:.

[+/-] Selengkapnya...


This share facebook