Sponsored Ads

Solusi Palestina Berharap Kepada PBB & OKI, Indonesia Tidak Pernah Belajar Dari Fakta (Mengkritisi Statemen SBY)

Oleh:Lajnah Siyasiyah DPP-HTI

Penyerangan brutal militer Israel terhadap kapal kemanusiaan Mavi Marmara yang menewaskan lebih dari puluhan orang mendapat reaksi dari seluruh dunia. Seluruh dunia mengutuk dan mengecam penyerbuan itu. Nikaragua bersikap dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Turki menarik dubesnya dari Tel Aviv. Sebagian besar pejabat dari seluruh negara mengecam serangan itu.

Tak terkecuali pemerintah Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan kepada para wartawan di Istana Negara selasa 2/6/10: “Saudara-saudara, langkah diplomasi kita ke depan adalah kita mendesak PBB to take action yang pasti, firmed, tegas, terhadap insiden ini. Indonesia juga akan menggalang dukungan internasional untuk menghentikan permukiman baru di Gaza yang justru menimbulkan permasalahan baru,” ujar Presiden kepada para wartawan.

Selain itu, kata Presiden, Indonesia juga mendorong negara-negara lain untuk meminta Israel menghentikan segala aktivitas militernya dan kembali ke perundingan yang pada intinya bertujuan memberikan kemerdekaan kepada Palestina. “Indonesia siap untuk terlibat aktif dalam perundingan bagi kemerdekaan Palestina,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, jika perundingan berjalan konklusif, Indonesia siap terlibat dalam peace-keeping mission di Palestina. Sebagai salah satu pemimpin dunia, Presiden menyerukan kepada pemimpin dunia lainnya, termasuk Sekjen PBB, agar serius dalam menangani persoalan di Palestina. “Sebab, Indonesia punya pendapat bahwa perdamaian dunia dipengaruhi situasi politik di Timur Tengah, utamanya di Palestina,” katanya (Kompas.com, 2/6/10).

Dino Patti Djalal Juru Bicara Kepresidenan Bidang Hubungan Luar Negeri dalam konferensi pers (1/6/10), menuturkan bahwa Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melakukan sidang darurat untuk membahas masalah penyerangan Israel terhadap konvoi kapal kemanusiaan yang membawa 10.000 barang bantuan untuk rakyat Palestina di Jalur Gaza. Dewan Keamanan PBB pun telah mengeluarkan pernyataan mengutuk aksi Israel yang menelan korban setidaknya 10 korban jiwa dan banyak lagi yang cedera. “Dewan Keamanan PBB menyerukan adanya penyelidikan, investigasi langsung,” ujarnya.

Menurut Dino, Presiden Yudhoyono merasa cukup puas dengan adanya seruan Dewan Keamanan PBB tersebut dan menyerukan agar para sukarelawan dan kapal-kapal kemanusiaan yang ditahan Israel segera dibebaskan. Dino menjelaskan, Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga telah setuju mengadakan debat mendesak atau urgent debate guna membahas serangan Israel terhadap konvoi kapal kemanusiaan di perairan internasional.

“Urgent debate ini selain didorong oleh Indonesia yang diwakili oleh Dubes PBB di Jenewa juga didukung oleh Mesir dan negara-negara anggota OKI,” ujarnya. Debat darurat yang diselenggarakan pada hari Selasa pukul 15.00 waktu Jenewa atau Selasa malam WIB itu akan mendorong diadakannya resolusi dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengenai serangan Israel.

Terkait serangan Israel terhadap kapal kemanusiaan itu, Indonesia sebagai Wakil Ketua Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendorong Dewan HAM mengeluarkan resolusi yang tepat. Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan pernyataan yang keras terkait penyerangan militer itu.

Tidak Boleh Bergeser dari Masalah Utama

Semua pihak ramai-ramai menyerukan pembebasan semua aktifis kemanusiaan yang ditahan oleh Israel. Pemerintah Indonesia yang dua orang dari 12 orang yang ikut dalam aksi kemanusiaan itu tertembak dan sisanya ditahan juga memfokuskan perhatian untuk memulangkan mereka. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah mempertimbangkan untuk membentuk satuan tugas guna memperkuat Kedubes RI di Amman, Jordania, dalam usaha penyelamatan 12 warga negara Indonesia yang ditahan Pemerintah Israel.

Upaya menyelematkan pada aktifis kemanusiaan itu adalah sesuatu yang sangat penting. Semua pihak harus berupaya sekuat tenaga untuk itu. Namun upaya itu atau masalah tahanan tidak boleh berubah justru menjadi masalah utama dalam konteks ini. Masalah itu sampainya bantuan kemanusiaan ke penduduk Gaza tidak boleh terabaikan dan justru dimanfaatkan oleh Israel. Begitu pula masalah itu tidak boleh menutupi masalah serbuan brutal itu sendiri dan tindakan tegas yang harus dijatuhkan terhadap Israel.

Masalah yang harus menjadi fokus adalah tindakan apa yang harus dilakukan terhadap entitas Zionis Israel. Upaya yag dilakukan saat ini oleh berbagai pemerinta termasuk pemerintah negeri ini adalah meminta DK PBB untuk mengambil tindakan meminjam ucapan Presiden adalah tindakan yang pasti, firmed, tegas, terhadap insiden ini. Juga menuntut dilakukannya investigasi menyeluruh, langsung dan kredibel. Dan DK PBB seperti diungkapkan Dino Patti Djalal dalam konferensi pers diatas juga menyerukan dilakukannya investigasi langsung. Selanjutnya banya pihak menuntut agar DK PBB memproses dan mengeluarkan resolusi dan menjatuhkan sanksi terhadap entitas Zionis Israel. Efektifkah semua itu?

Belajar dari Pengalaman

Sejarah memberikan pelajaran berharga kepada kita. Keluarnya resolusi PBB ditentukan oleh sikap negara pemilik hak Veto terutama AS. Selama ini banyak resolusi terhadap Israel yang kandas karena diveto AS termasuk resolusi terhadap Israel atas invasi ke Gaza yang menewaskan lebih dari 1300 orang termasuk banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua. Sementara dalam kontek kejahatan yang sekarang, AS yang merupakan konco akrab Israel itu hanya mengeluarkan pernyataan basa-basi mengutuknya dan mengecam Israel dengan nada halus. Tercatat sejak tahun 1972 sampai tahun 2009, sudah lebih dari 68 resolusi PBB yang berhubungan dengan eksistensi israel di palestina diveto amerika. Ini belum termasuk resolusi setelah tahun tersebut plus resolusi terakhir saat israel melancarkan agresinya di gaza. Jadi kembali menyerahkan dan mengharap PBB mengeluarkan resolusi atas kejahatan Israel termasuk di dalamnya tindakan tegas, maka itu adalah sia-sia dan seakan main-main saja, selama AS masih terus mengangkangi keputusan PBB dengan hak vetonya.

Bahkan jika pun resolusi itu berhasil dikeluarkan oleh PBB, apakah akan efektif menindak Israel atas kejahatannya itu? Lagi-lagi sejarah menunjukkan bahwa resolusi PBB itu seakan hanya efektif diberlakukan terhadap negeri-negeri islam namun melempem dan tumbul terhadap Israel. Sejak berdirinya Israel sudah melanggar lebih dari 85 resolusi PBB, namun tidak ada satuun tindakan tegas dijatuhkan terhadap Israel. Maka lagi-lagi sejarah dengan gamblang mengatakan resolusi PBB tidak akan berart apa-apa. Karena itu menggantungkan tindakan tegas dan hukuman terhadap Israel kepada PBB dengan resolusinya adalah sia-sia. Kenyataan itu sudah diketahui oleh semua orang. Para penguasa dan politisi pasti sangat mengetahui kenyataan itu. Lalu kenapa sesuatu yang sudah jelas tidak efktif itu masih saja diupayakan dan dijadikan sandaran harapan?

Hal yang sama ketika mengharapkan dilakukannya investigasi independen dan kredibel terhadap serbuan Israel atas kapal kemanusiaan itu. Pertanyaannya, akankah itu bisa melahirkan tindakan tegas terhadap Israel? Perlu diingat tahun 2009 lalu terjadi invasi Gaza oleh Israel, invasi yang lebih brutal menewaskan lebih dari 1400 orang dan banyak diantaranya wanita, anak-anak dan orang tua, dan melukai lebih dari 5000 orang. Setelah itu dilakukan investigasi oleh sebuah komite yang diketuai oleh Goldstones dan menghasilkan laporan dan rekomendasi yang dikenal Goldstone Report. Goldstone Report benar-benar membuktikan Israel melakukan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap korban-korban yang tak bersalah. Namun toh laporan itu ditolak oleh pemerintah Amerika dan dicegah untuk diajukan ke Dewan Keamanan PBB dan Pengadilan Internasional. Akhirnya investigasi dan laporan itupun menjadi lembaran kertas tidak berguna. Maka sejarah kembali mengatakan dengan keras dan tegas bahwa investigasi meski dilakukan atas perintah DK PBB sekalipun tidak akan melahirkan tindakan tegas terhadap Israel. Hasilnya pun sering kali kandas dan jika pun keluar maka tidak akan digubris oleh Israel. Pasalnya puluhan resolusi PBB yang sifatnya lebih mengikat dan lebih kuat saja dilanggar dan tak digubris oleh Israel apalagi semua rekomendasi dan keputusan yang lebih rendah dan lebih lemah. Lagi-lagi jalan ini hanyalah sia-sia.

Sama sia-sianya menyeru negara-negara OKI untuk berkumpul dan mengambil tindakan terhadap Israel. Pada juli 2006 resolusi 57 negara anggota OKI kepada PBB tentang kecaman terhadap yahudi israel yang disetujui oleh DK PBB, diveto oleh AS. Artinya 57 negara menghadapi satu negara AS pun tidak mampu. Negara-negara OKI bukanya tidak memiliki kekuatan riil atau kekuatan militer yang cukup untuk menindak Israel. Namun yang ada adalah tidak adanya kemauan untuk menggunakan kekuatan itu dalam menindak Israel. Paling banter yang bisa dihasilkan oleh OKI hanyalah kecaman dan kutukan, tidak lebih. Tentu saja semuanya akan tak digubris oleh Israel. Begitu pula segala upaya diplomasi melalui lembaga-lembaga lainnya.

Sejarah puluhan tahun telah membuktikan, segala upaya diplomasi selalu gagal dalam menindak dan menghukum Israel. Serangan Israel terhadap kapal kemanusiaan dan aktifis di atasnya membuktikan bahwa Israel sama sekali tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Juga menunjukkan bahwa satu-satunya bahasa yang dipahami oleh Israel adalah bahasa perang. Karenanya hanya bahasa perang sajalah yang akan bisa diperhatikan oleh Israel.

Maka jalan satu-satunya untuk menindak tegas Israel adalah dengan memobilisasi tentara dan senjata untuk mengepung Israel dan menghancurkannya serta menghukum para pemimpin dan siapa saja yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap kaum muslim khususnya penduduk Palestina. Negeri-negeri Islam sejatinya memiliki kekuatan militer dan persenjataan yang lebih dari mencukupi untuk melakukan itu. Yang belum ada di negeri kaum muslim adalah seorang penguasa mukhlis yang mau memobilisasi militer dan persenjataannya untuk melakukan itu. Karena itu kaum muslim harus berjuang keras mewujudkan pemimpin mukhlis itu yaitu dengan membaiat seorang khalifah yang rasyid dan mukhlis. Khalifah akan menggerakkan tentara dan memobilisasi persenjataan dalam rangka jihad membela islam dan kaum muslim, membela penduduk Palestina dan siapapun dari kekejaman dan kebrutalan Israel dan mencabutnya entitas zionis itu sejak dari akarnya.(LS)
sumber : www.hizbut-tahrir.or.id


This share facebook

Comments :

0 komentar to “Solusi Palestina Berharap Kepada PBB & OKI, Indonesia Tidak Pernah Belajar Dari Fakta (Mengkritisi Statemen SBY)”

Posting Komentar